Politik luar negeri Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 1999, merupakan kebijakan, sikap dan langkah pemerintah untuk melakukan hubungan internasional. Berlandaskan prinsip “Bebas dan Aktif”, politik ini memungkinkan Indonesia menentukan sikap independen dan tidak terikat pada kekuatan tertentu. Melalui prinsip ini, Indonesia berkontribusi aktif dalam penyelesaian konflik global dan mempromosikan perdamaian, kemerdekaan, serta keadilan sosial.
Politik bebas aktif yang diterapkan oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan strategi yang tepat untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional, terutama dengan keanggotaan di BRICS. Menurut Ketua Fraksi Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono, keanggotaan ini mencerminkan semangat politik bebas aktif yang mendorong kolaborasi, bukan konfrontasi.
Pencalonan Indonesia telah diajukan dan disetujui pada KTT di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 2023, namun ditunda karena pemilihan presiden 2024. BRICS kini memiliki 10 anggota dan 9 negara mitra, membentuk sekitar setengah dari populasi global dan lebih dari 41% dari PDB dunia.
Indonesia mengajukan keinginan bergabung dalam pertemuan BRICS Summit di Kazan, Rusia, pada 24 Oktober 2024 dan diterima dalam waktu kurang dari tiga bulan. Sebagai anggota BRICS, Indonesia berkomitmen menjembatani kepentingan negara-negara berkembang di kawasan Indo-Pasifik dan meredakan ketegangan geoekonomi serta geopolitik. Indonesia juga aktif di forum multilateral lain seperti G20, APEC, IPEF, MIFTA, dan CPTPP serta tengah dalam proses aksesi menjadi anggota OECD.
Indonesia resmi bergabung dengan BRICS sebagai anggota penuh pada Januari 2025, setelah proses seleksi yang dilakukan oleh pemerintah Rusia selama keketuaan BRICS pada 2024. Keanggotaan ini tidak terisolasi karena Indonesia juga aktif di kelompok multilateral lain seperti G20, APEC, IPF, MIKTA dan CPTPP.
Pemerintah Rusia menyambut baik keputusan ini karena Indonesia memiliki kesamaan nilai dengan BRICS, seperti mendukung kerja sama multilateral berdasarkan prinsip saling menghormati, keterbukaan, pragmatisme, solidaritas dan konsensus.
Menteri Luar Negeri Sugiono menyatakan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS merupakan wujud nyata dari prinsip politik luar negeri bebas dan aktif. Ini menunjukkan pentingnya peran Indonesia dalam dinamika global dan kawasan. Indonesia akan menjembatani kepentingan negara-negara berkembang di kawasan Indo-Pasifik dan mencegah ketegangan geoekonomi serta geopolitik.
Menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS dan juga mengapresiasi strategi politik luar negeri pemerintah yang dinilai mampu membuka lebih banyak peluang kolaborasi dan kerjasama dengan negara berkembang lainnya. “Fraksi Gerindra tentu menyambut gembira keanggotaan Indonesia dalam BRICS. Karena ini adalah wujud sejati dari falsafah politik luar negeri bebas aktif yang ditekankan oleh Presiden Prabowo Subianto,” ujar Ketua Fraksi Gerindra DPR RI Budisatrio Djiwandono
Karena Indonesia merupakan negara besar dengan perekonomian yang terus berkembang, sehingga memperkuat posisinya di forum-forum internasional. Bergabungnya Indonesia dengan BRICS memberikan beberapa keuntungan, seperti memperluas kerjasama ekonomi serta memperkuat pengaruh diplomatik. Dengan demikian, politik bebas aktif yang diusung oleh Prabowo membuktikan bahwa Indonesia dapat menjadi aktor global yang berpengaruh dan independen.
Keanggotaan Indonesia di BRICS diyakini menciptakan tatanan global lebih inklusif dan berkeadilan. Meski beberapa pihak melihatnya sebagai langkah konfrontatif terhadap blok ekonomi Barat, Budisatrio Djiwandono membantahnya. Menurutnya, politik luar negeri Indonesia selalu bersemangat bebas aktif, terbukti dari keterlibatan di OECD, APEC, G20, OKI, dan lainnya. Ini menunjukkan keanggotaan BRICS bukanlah bentuk konfrontasi.
Politik luar negeri Indonesia harus mampu mendorong kolaborasi dan bukan konfrontasi untuk memperkuat peran Indonesia dalam geopolitik global. Indonesia memiliki kedaulatan untuk menjalin diplomasi dengan semua pihak dan menciptakan relasi yang setara serta saling menguntungkan.
Keanggotaan Indonesia di BRICS merupakan contoh nyata dari politik luar negeri yang bebas aktif, yang membuka peluang strategis untuk diplomasi multilateral. Hal ini sejalan dengan gaya inklusifitas Presiden Prabowo yang membuka selebar-lebarnya kerja sama dan merangkul seluruh elemen untuk mencapai visi yang akan dilaksanakannya demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
Bahwa kepentingan nasional Indonesia merupakan prioritas utama dalam setiap hubungan diplomatik. Meskipun Indonesia berperan dalam memperjuangkan tatanan global yang lebih baik, kepentingan dalam negeri tetap menjadi acuan utama dalam setiap kebijakan luar negeri. Hal ini tercermin dari keanggotaan Indonesia di BRICS.